DUNIAOBERITA - Pernyataan Mantan Presiden RI Joko Widodo mengenai "partai perorangan" menuai berbagai interpretasi dari para pakar.
Pernyataan ini dilontarkan saat Jokowi dimintai tanggapan tentang statusnya yang tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan (PDIP).
Menurut Dedi Kurnia Syah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), pernyataan ini bisa diartikan dalam dua konteks.
Pertama, sebagai respons terhadap dominasi Megawati di PDIP, yang dianggap Jokowi ingin menekankan bahwa PDIP bukanlah partai berbasis keluarga.
Kedua, Jokowi mungkin sedang menegaskan bahwa dirinya lebih besar dari partai politik (parpol).
"Meskipun Jokowi mengalamatkan itu ke PDIP, tetapi sebagai organisasi PDIP tidak terbukti partai perseorangan, meskipun kekuasaan didominasi oleh Megawati. Partai lain secara umum sama," ujar Dedi saat dihubungi melalui pesan tertulis, Jumat (6/12), dilansir duniaoberita dari CNN Indonesia.
"Meskipun sulit membayangkan maksud pertama, pernyataan ini tetap menyoroti bahwa Jokowi menunjukkan hasrat politik yang kuat meskipun tanpa partai," jelas Dedi, Jumat (6/12).
Senada, Agung Baskoro dari Trias Politika Strategis melihat indikasi bahwa Jokowi masih aktif berpolitik. Hal ini terlihat dari berbagai langkah politik Jokowi, seperti mendukung Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden, Kaesang Pangarep sebagai Ketua PSI, dan Bobby Nasution di Sumatera Utara.
"Hasrat politik itu sangat jelas terlihat. Pernyataan 'partai perorangan' dapat dimaknai sebagai keinginan Jokowi untuk bergerak bebas tanpa afiliasi parpol," ungkap Agung.
Pernyataan ini muncul setelah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa Jokowi dan keluarganya, termasuk Gibran dan Bobby, sudah bukan bagian dari PDIP. Keputusan ini dianggap terkait dengan perbedaan pandangan politik, terutama saat Gibran mencalonkan diri lewat jalur Mahkamah Konstitusi di Pilpres 2024.
Saat dimintai tanggapan, Jokowi hanya menjawab singkat, "Ya berarti partainya perorangan," tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.