Menurut Harli, pengaruh alkohol tidak cukup untuk menyebabkan kematian tanpa adanya tindakan lain yang memicu, seperti penganiayaan yang dilakukan Ronald. Harli juga menyoroti rekaman CCTV yang menunjukkan tindakan kekerasan Ronald terhadap korban, yang seharusnya menjadi bukti kuat di pengadilan.
"Alkohol apa bisa membuat orang meninggal? Kan harus ada dipicu dengan yang lain. Namanya orang dilindas, misalnya dia sudah minum alkohol, tetapi yang kita dakwakan soal melindasnya, membunuhnya," ujar Harli kepada wartawan Kamis (25/7/24), dilansir duniaoberita dari beritasatu.
Majelis hakim berpendapat bahwa kematian korban hanya disebabkan oleh efek alkohol, yang dinilai Harli sangat lemah. Selain itu, Kejagung juga menyoroti upaya pernapasan buatan yang dilakukan Ronald terhadap korban, yang disebut sebagai bukti niat jahat dalam penganiayaan.
Harli menyebut vonis bebas ini tidak adil dan menyatakan akan mengajukan kasasi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 338 atau 359 KUHP, namun majelis hakim memutuskan Ronald bebas dari semua dakwaan.
Ketua Majelis Hakim, Erintuah Damanik, menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian korban. Atas putusan ini, majelis hakim memerintahkan pembebasan Ronald dari tahanan.