DUNIAOBERITA - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengharapkan agar pemerintahan Presiden Jokowi dapat benar-benar mendengarkan suara publik terkait polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
"Pemerintah perlu betul-betul mempertimbangkan suara publik tentang Tapera. Jika tidak ada kebijakan yang menjamin para penabung benar-benar akan mendapatkan rumah dari Pemerintah, maka secara matematis hitungannya memang tidak masuk akal," kata Mahfud MD dalam keterangan tertulisnya di akun X @mohmahfudmd, Jumat (31/5/24).
Menurut Mahfud, iuran Tapera ini sulit dipahami. Secara matematis, uang yang terkumpul tidak cukup untuk membeli rumah secara tunai.
"Misalnya, seseorang yang mendapat gaji Rp 5 juta per bulan menabung selama 30 tahun dengan potongan sekitar 3% per bulan hanya akan terkumpul sekitar Rp 100 juta. Saat ini saja Rp 100 juta tidak cukup untuk membeli rumah, apalagi 30 tahun mendatang, bahkan dengan bunga sekalipun," tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pekerja dengan gaji di atas Rp 10 juta per bulan pun, jika menabung selama 30 tahun, hanya akan mengumpulkan sekitar Rp 225 juta.
"Pada 30 tahun mendatang, jumlah ini juga sulit untuk membeli rumah. Saat ini saja sulit," tambahnya.
Mahfud menilai bahwa lebih baik bagi orang-orang dengan penghasilan Rp 15 juta untuk mengambil kredit perumahan (KPR) sejak sekarang ke bank-bank pemerintah, daripada menabung 3% per bulan. "Jatuhnya mungkin malah lebih murah," tuturnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini akan membuat banyak masyarakat bingung dan marah.
"Apakah ada kebijakan yang menjamin para penabung benar-benar akan mendapatkan rumah? Penjelasan tentang ini yang ditunggu publik," katanya.
Mahfud juga memahami bahwa sistem tabungan seperti ini dapat menambah nilai bunga, tetapi ia yakin akumulasi iuran plus bunga tidak akan signifikan untuk membeli rumah dalam 30 tahun ke depan. "Terlebih bagi mereka yang harus berhenti kerja sebelum 30 tahun karena pensiun atau alasan lainnya," pungkasnya.