Tindakan korupsi tersebut bisa mengakibatkan pemutusan aliran dana ke desa yang terbukti melakukan korupsi. Desa yang terlibat korupsi berpotensi masuk daftar hitam dan tidak menerima dana di masa mendatang.
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Jaka Sucipta mengatakan bahwa masalah ini harus menjadi perhatian masyarakat desa.
"Ada yang dana desa dipakai untuk karaoke, dipakai macam-macam lah," tegasnya dalam sebuah diskusi di Gunung Kidul Yogyakarta beberapa waktu lalu, dikutip pada hari Selasa (18/06/24) dari nesiatimes.com
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), desa menjadi sektor dengan kasus korupsi terbanyak sepanjang 2022, dengan 155 kasus dan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 381 miliar. Praktik suap-menyuap dan pungli di desa bahkan mencapai Rp 2,7 miliar.
ICW juga mencatat bahwa tren kasus korupsi di pemerintahan desa meningkat sejak pemerintah mulai mengalokasikan dana desa pada 2015. Pada 2016, terdapat 17 kasus korupsi dengan 22 tersangka, dan pada 2022 jumlahnya melonjak menjadi 155 kasus dengan 252 tersangka.
Jaka Sucipta menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan telah menetapkan beberapa strategi mitigasi untuk mengatasi penyalahgunaan dana desa. Salah satu langkahnya adalah memutus penyaluran dana jika terbukti ada penyalahgunaan. Dana akan kembali disalurkan apabila sudah ada pejabat pengganti yang baru.
Selain itu, desa yang pernah terlibat kasus korupsi tidak boleh mengikuti kompetisi untuk mendapatkan insentif desa. Salah satu syarat untuk mendapatkan insentif adalah tidak adanya kasus korupsi di desa tersebut.