Menurut data OJK, masalah debt collector adalah salah satu isu yang paling banyak diadukan oleh konsumen.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, mengungkapkan bahwa sepanjang Januari hingga April 2024, OJK menerima sekitar 3.300 pengaduan terkait debt collector.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 50% pengaduan berkaitan dengan masalah pembiayaan atau keuangan lainnya.
“Paling banyak dari fintech, sekitar 2.000-an, selebihnya disusul IKNB, dan seterusnya perbankan,” kata Kiki usai Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, yang Selular kutip Minggu (19/5/2024).
Kiki, panggilan Friderica, menyatakan bahwa OJK telah mengambil dua langkah, yaitu preventif dan kuratif.
Secara preventif, OJK merilis POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Regulasi ini mengatur hak dan kewajiban konsumen, serta menekankan pentingnya konsumen untuk bertanggung jawab dalam pembayaran.
Kiki juga menyarankan agar konsumen yang tidak dapat membayar segera mengajukan restrukturisasi kepada lembaga keuangan. Namun, keputusan akhir tentang restrukturisasi tetap berada di tangan perusahaan keuangan. OJK juga menyarankan agar lembaga keuangan memperkuat penyelesaian masalah secara internal dan, jika tidak berhasil, melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
Selain itu, Kiki mengingatkan perusahaan keuangan yang menggunakan jasa debt collector pihak ketiga agar memastikan mereka memiliki sertifikat resmi dan mematuhi ketentuan yang berlaku.
OJK melaporkan bahwa sepanjang Januari-April 2024, 58 perusahaan jasa keuangan telah diberi sanksi karena melanggar ketentuan perlindungan konsumen, termasuk sanksi peringatan tertulis, surat perintah, dan denda.