Oleh: Saiful Huda Ems.
Rocky Gerung itu nampaknya lupa, bahwa filsafat itu ilmu kebijaksanaan, maka seorang filsuf harusnya bisa berpikir dan bersikap lebih arif dan bijaksana. Seorang filsuf bisa pula dikatakan sebagai seorang ilmuwan, seorang ilmuwan harusnya netral, bertumpu pada rasionalitas, tidak memihak dan tidak terjebak dalam politicking. Inilah pembeda utama antara politisi dan filsuf atau ilmuwan.
Lawan sejati dari kaum filsuf itu harusnya pemikiran yang menyimpang, irasional dan bukan mengarah pada kebencian personal. Siapapun dia, dari partai atau kelompok manapun dia, jika pemikiran atau tindakannya menyimpang atau irasional, maka dia layak untuk dikritisi atau diluruskan. Jika bukan demikian, maka dia bukanlah filsuf melainkan politisi, yang bersikap berdasarkan kepentingan partai atau organisasi. Kalau filsuf kepentingannya hanya menjaga rasionalitas, kebenaran dan keadilan saja, selain itu tidak.
Nah kalau saya amati Rocky Gerung ini cenderung menyerang personal melulu, dan bukan pemikiran yang menyimpang atau irasional itu, hingga yang terjadi adalah letupan-letupan amarah dan kebencian saja. Celakanya orang yang terus dilabrak oleh Rocky Gerung itu Presiden Jokowi, hingga yang terasa adalah serangan personal. Terus menerus memberikan kritik namun tak disertakan solusinya, ini bagi saya merupakan bentuk dari sikap seorang intelektual yang tak bertanggung jawab.
Lempar batu sembunyi tangan, terus menerus memberikan tuduhan namun tak pernah sanggup membuktikan, ini bisa masuk dalam kategori fitnah dan ujaran kebencian, sama halnya dengan agitator dan provokator. Kalau hanya bisa berbuat seperti itu, siapapun bisa melakukannya, bahkan orang awam sekalipun. Terlebih lagi jika disertai dengan bahasa-bahasa yang kasar (bedakan dengan bahasa yang keras, tentu ini sudah bukan lagi melanggar hukum melainkan pula melanggar adat ketimuran kita.
Bukankah semua bangsa mempunyai adatnya sendiri-sendiri? Di Jerman misalnya, orang mengatai orang lainnya dengan kalimat:"Du bist Schwein !" (kamu babi !), atau "Du bist Arsloch !" (kamu dobol/bangsat !), pasti akan menjadi keributan panjang. Filsuf Yunani yang sangat masyhur dan sangat saya kagumi perihal seni debatnya, yakni Socrates (470-399 SM), sejauh yang saya pelajari penampilan dan tindakannya tidak seperti Rocky Gerung itu.
Dengan metode dialektika kritisnya, Socrates menghabiskan hari-harinya untuk mensugesti orang-orang Athena agar menjadi cerdas dan kritis. Dan ketika orang-orang itu sudah cerdas dan kritis, dengan sendirinya mereka tidak mudah dibodohi oleh kaum bangsawan feodal di masa itu. Metode dialektika kritis ala Socrates biasa disebut pula dengan Metode Kebidanan, yakni proses membantu melahirkan atau ditemukannya kebenaran dari dialektikanya. Socrates menemukan ilmu ini karena terilhami oleh ibunya yang berprofesi sebagai bidan, dan yang biasanya membantu kaum perempuan yang hendak melahirkan bayinya.
Socrates filsuf agung, tak pernah berhenti mengajak orang khususnya kaum muda untuk berdialog dimanapun ia jumpai. Ia tak pernah merasa benar sendiri dan tak pernah memaksakan pemikirannya pada orang lain. Orang-orang diajaknya berdiskusi tentang suatu thema, lalu perlahan namun pasti orang itu terbantu menemukan definisi atau definitio (pembatasan/kesimpulan) dari yang didiskusikannya. Socrates akhirnya membuat guncang Athena, pemikirannya berhasil mencerahkan penduduknya, hingga Socrates dihukum dengan dipaksa meminum Racun Cemara dengan tuduhan telah meracuni pemikiran para pemuda Athena.
Hukuman itu dijalani oleh Socrates demi mempertahankan keyakinannya. Inilah kearifan, kebijaksanaan (wiweka) kaum filsuf Socrates namanya, dan bukan indoktrinasi atau dogmatisasi yang malah biasanya cenderung menjadikan orang bertambah bodoh selamanya. Lalu saya berpikir, kenapa Rocky Gerung tidak bisa bersikap demikian, berani bersikap jujur, objektif, rasional dan hanya mau setia pada kebebaran dan keadilan, sebagaimana layaknya tugas kaum intelektual?
Kemunafikan memang harus dikoreksi, diintrupsi, diluruskan ! Namun itu harus dilakukan terhadap semua kalangan, dan bukan hanya sebatas berani melabrak Lembaga Kepresidenan yang belum tentu juga berbuat seperti yang Rocky Gerung katakan. Saya kadang berpikir, apakah semua yang Rocky Gerung katakan di setiap agitasi atau provokasinya itu karena semata berdasarkan pesanan? Jika itu benar, maka pesanan siapa atau dari negara mana dan untuk kepentingan apa? Tentu semua ini hanya bisa dijawab oleh Rocky Gerung sendiri. Semoga Rocky Gerung menginsyafinya, karena mau jadi pahlawan ataupun begundal, sekarang semuanya tergantung dari kemauannya sendiri. Wallahu a'lamu bishawab...(SHE).
11 Agustus 2023.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.