DUNIAOBERITA.COM - Kabar terkait Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan kondisi perekonomian dunia masih mengalami ketidakpastian yang tinggi.
Dikabarkan bahwa kondisi itu diketahui setelah dirinya baru saja menghadiri pertemuan Paris Summit.
“Saya baru saja kembali dari Paris dan memang menggambarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global masih tidak pasti sesuai prediksi yang dikeluarkan oleh lembaga dunia seperti IMF, World Bank, OECD semuanya menggambarkan 2023 ini adalah tahun yang cukup lemah dibandingkan 2022 atau 2021,” katanya dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (26/6/23).
Sri Mulyani menyebut pelemahan ekonomi global disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya eskalasi geopolitik baik yang terjadi di Ukraina maupun negara-negara besar di dunia.
Selain itu terjadi debt distress (kesulitan utang) di banyak negara baik negara berkembang maupun negara maju.
“Ini menghalangi pemulihan ekonomi. Di beberapa negara sektor keuangan mengalami kerapuhan, inflasi yang tinggi dan suku bunga yang meningkat menjadi salah satu faktor yang mengerosi pertumbuhan ekonomi negara tersebut,” ucapnya.
Dengan perkembangan ini, tren pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia menjadi beragam.
Meski begitu, Sri Mulyani menyebut Indonesia termasuk negara yang memiliki pertumbuhan terkuat dan persisten tinggi di saat banyak negara sudah tidak mampu bertahan menghadapi tekanan pelemahan ekonomi global.
“Indonesia terus-menerus mempertahankan pertumbuhan di atas 5% dalam 6 kuartal terakhir. Di negara lain, mungkin bagus tapi kemudian mengalami kemerosotan yang cukup tajam pada 2023 ini terutama. Jadi kita lihat memang banyak negara yang sudah tidak mampu bertahan dalam tekanan pelemahan ekonomi dunia dan gejolak ekonomi dunia,” imbuhnya.
Hal ini terlihat dari posisi PMI Manufaktur, di mana hanya 24% negara yang mampu dikategorikan ekspansi-akselerasi di antaranya India, Filipina, Rusia, Jepang dan Tiongkok. Kemudian sebanyak 14% negara dikategorikan ekspansi di antaranya Meksiko, Thailand dan Indonesia.
“Mayoritas negara PMI manufakturnya dalam kondisi kontraksi dan ini memang menggambarkan bahwa kondisi ekonomi keseluruhan dan pertumbuhan ekonomi global termasuk perdagangan global mengalami pelemahan,” tandasnya. (Bar/Kat)